Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada 30 April 2010, keterbukaan informasi di Indonesia mengalami perubahan mendasar. Paradigma bergeser. Jika dulu seluruh informasi tertutup kecuali (sedikit) yang dibuka, kini justru sebaliknya: informasi pada dasarnya terbuka kecuali (sedikit) yang ditutup. Penutupannya wajib melalui Uji Konsekuensi, tidak lagi hanya berdalih ‘’rahasia negara’’ atau alasan sejenisnya.
Pergeseran paradigma itu membawa setidaknya 2 konsekuensi, yakni di satu sisi Badan Publik wajib membuka informasi publik dan di sisi lain masyarakat harus disadarkan bahwa hak mengakses informasi publik adalah hak asasi manusia yang dijamin UU. Masyarakat berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (pasal 28 F UUD 1945).
Amanat mendasar lain dari UU No.14/2008 adalah kewajiban membentuk Komisi Informasi di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau sidang ajudikasi non litigasi.
Visi
Menjadi lembaga yang Mandiri dan Profesional dalam meningkatkan budaya Keterbukaan Informasi Publik yang inklusif.
Misi:
Menyelesaikan Sengketa Informasi Publik dengan cepat, tepat, biaya ringan, sederhana, dan akuntabel.
Mendorong peningkatan implementasi budaya Keterbukaan Informasi Publik,oleh Badan Publik dan masyarakat termasuk kelompok rentan.
Mengoptimalkan kerja sama dengan pemangku kepentingan.